TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Laode M. Syarif masih berharap Presiden Joko Widodo atau Jokowi akan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perpu KPK.
Ia menilai revisi UU yang telah disahkan mengandung banyak permasalahan jika kelak diberlakukan. "Kami berharap presiden akan mengeluarkan perpu kita sangat berharap," kata Syarif di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi, Jakarta, Senin, 14 Oktober 2019.
Syarif berkata perubahan paling krusial dalam UU yang akan berlaku pada 17 Oktober 2019 itu soal status pimpinan KPK. Ia menganggap komisioner KPK tak lagi menjadi pimpinan tertinggi dan bukan lagi berstatus penyidik serta penuntut. "Ini betul-betul langsung memangkas kewenangan-kewenangan komisioner KPK ke depan," kata dia.
Syarif mengatakan masalah juga muncul dengan adanya Dewan Pengawas KPK. Dewan Pengawas, kata dia, tidak berstatus sebagai penegak hukum, namun dewan ini justru memiliki wewenang untuk memberikan izin penggeledahan, penyitaan bahkan penyadapan.
Menurut dia, hal itu akan bermasalah bila tersangka mengajukan preradilan. "Bagaimana bisa bukan seorang penegak hukum namun mempunyai otoritas tentang tindakan hukum," kata dia.
Syarif berkata KPK tidak alergi dengan keberadaan dewan pengawas. Namun, ia mengatakan kewenangan dewan pengawas yang terlalu besar, bahkan lebih tinggi dari kedudukan komisioner akan membuat kerja KPK menjadi kacau. "Karena kekacauan-kekacauan ini sekali lagi kami harap kebijakan presiden," kata dia.